Ikut Lomba TTS Kompas

Siang ini saya ikutan Lomba TTS Kompas di toko buku Toga Mas Gejayan. Berawal dari lihat-lihat buku di Toga Mas beberapa waktu yang lalu, eh…ada info kalo beli buku minimal Rp. 25.000,- berhak untuk ikutan Lomba TTS Kompas. Wah pas banget nich.. Kebetulan saya lagi pengen beli bukunya Mas Ippho Santosa  “Hanya 2 Menit” yang harganya Rp 45.000,-

Lomba ini dibagi jadi 2 periode. Periode 1 tanggal 12 Maret 2012 kemaren, dan Periode 2 tanggal 25 Maret 2012. Karena periode 1 nya udah lewat, maka saya ikut yang periode 2.

Saya sampe Toga Mas jam 11 pas. Lalu saya menuju lantai 2 tempat lomba berlangsung. Para peserta lain juga mulai berdatangan. Saya hitung-hitung ada sekitar 20-an. Wah banyak juga yah? Ada yang masih muda, tapi ada juga yang sudah sepuh. Sebelum acara dimulai ada seorang bapak-bapak namanya Pak Sukirman. Beliau memperkenalkan komunitas yang bernama PAGAR KAKILANGIT singkatan dari Paguyuban Penggemar Teka Teki Silang Sulit. Owalah….Ada juga toh komunitas Penggemar TTS kayak gini? 😀 Beliau mengatakan TTS ini sangat bermanfaat untuk asah otak dan mencegah kepikunan. Ada nich blognya disini. Wah ternyata banyak eyang-eyang yang suka TTS. Salut deh.

Suasana Lomba TTS Kompas di Toga Mas
Suasana Lomba TTS Kompas di Toga Mas

Kembali lagi ke Lomba TTS di Toga Mas. Peraturan panitia: Dilarang lirik kiri kanan (laah….apa yang mau dilirik, kagak ada yg kenal :P), trus dilarang keras nanya sama Mbak Google (oke…oke…ic…ic..). Waktu pengerjaan 45 menit selesai tidak selesai dikumpulkan. Setelah soal dibagikan, saya: 15 menit pertama ngerjain yang gampang-gampang & pendek-pendek dulu. Abis itu mulai mikir….duh..susahnye…apaa nih jawaban?! Di 10 menit terakhir ngebut dan gerakan mengarang indah, hehe.. Jawaban yang semula ragu-ragu saya tulis. Sama halnya seperti sepakbola. Waktu-waktu krusial adalah saat awal, akhir dan Injury Time. Begitu juga saat ikutan lomba: detik-detik terakhir adalah masa paling rawan: karena mendadak jadi inget jawabannya sedangkan waktu mulai menipis 🙁

Setelah 45 menit berlalu akhirnya nggak semua terisi. But it’s ok yang penting udah berusaha. Dan…tau nggak? Ternyata TTS yang dilombakan itu sebenernya ada di Buku TTS terbitan Kompas yang seri 1 😀

Continue Reading

Mensyukuri Kemampuan Menulis

Baru kemaren saya sempat membaca Majalah Tarbawi edisi Bulan Februari yang bertajuk “Lihat Lagi, Pasti ada Sisi yang belum Kita Fungsikan.” Majalah ini sebenernya sudah sekitar sebulan yang lalu saya beli, barengan sama beli majalah Swa. Tapi entah kenapa baru sekarang saya tergerak untuk membacanya.

Artikel-artikel di edisi kali ini menggugah saya:

Dari apa yang telah Allah berikan pada kita, kita diminta untuk memberi. Dengan apa yang kita dapat, kita diminta untuk berbuat dan berkarya.

Lalu, Semestinya pengetahuan yang kita miliki bisa mewujudkan lebih banyak hal. Pengetahuan bukan sekedar sekumpulan informasi yang tersimpan di kepala. Tapi pengetahuan adalah sebuah sisi yang memiliki potensi yang sangat besar. Dia seharusnya bisa mewujudkan lebih banyak hal lagi dalam kehidupan.

Di titik ini saya seperti tersadar:

Allah sudah menganugerahkan pada kita berbagai kemampuan, baik itu bakat alami maupun yang kita peroleh dari belajar. Banyak sekali kemampuan yang kita miliki itu belum dioptimalkan. Belum disyukuri. Bersyukur terhadap ilmu adalah dengan mengamalkannya. Bersyukur dengan berbagai kemampuan yang dianugerahkan Allah adalah dengan menggunakannya.

“Barang siapa bersyukur, maka niscaya akan Ku tambah nikmat-Ku padamu, dan barang siapa kufur maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim 7)

 Lalu tiba-tiba saja saya teringat blog ini. Saya tahu saya punya kemampuan menulis dengan baik. Tetapi rasanya belum banyak digunakan. Apalagi selepas dari dunia kuliah yang artinya jadi lebih jarang lagi untuk menulis. Dan kemampuan ini jika tidak diasah, lama-lama bisa hilang. Tetapi bila kita mensyukurinya dengan cara sering menjaga dan menggunakannya maka nikmat ini juga akan bertambah, kemampuan kita juga akan bertambah.

So I challenge to myself, to constantly leveling up my writing skills.

Continue Reading

Pengabdian dan Keikhlasan

Saat nonton Film Negeri 5 Menara saya tertegun pada saat adegan Alif mewawancarai Kyai Rais:

“Kyai apakah benar guru-guru disini tidak digaji?”

“Benar. Guru-guru disini tidak digaji, mereka mengajar dengan keikhlasan dan bertujuan semata-mata pengabdian kepada Allah SWT.”

“Jangan mencari hidup dari pondok madani, tetapi hidupilah Pondok Madani”

(kurang lebih begitu dialognya)

Para Ustadz di Pondok Madani: Mengajar dengan Keikhlasan
Para Ustadz di Pondok Madani: Mengajar dengan Keikhlasan

 

Kemudian saya teringat waktu mengikuti Pesta Wirausaha TDA di Jakarta Bulan Januari 2012 kemaren. Di forum itu Pak Badroni Yuzirman, founder TDA mengatakan bahwa,

“TDA ini bisa menjadi sebuah komunitas besar semata-mata karena keikhlasan para pengurusnya. Para pengurus TDA sama sekali tidak dibayar. Hanya keikhlasan.”

Komunitas TDA, besar karena keikhlasan pengurusnya
Komunitas TDA, besar karena keikhlasan pengurusnya

***

Lalu saya ingat renungan saya tentang politik dan kekuasaan.

Saya berpikir, bahwa seharusnya POLITIK dan KEKUASAAN tidak boleh dijadikan profesi. Entah itu di level Ketua RT, RW, Kepala Desa sampai ke Anggota Dewan yang Terhormat. Akan sangat berbahaya apabila seseorang mendapatkan nafkah/penghasilan dari kekuasaan. Kenapa? Lha iya pemilu kan cuma 5 tahun sekali. Ya kalau kepilih lagi, kalau nggak? Maka hilanglah sumber penghasilan dari para pemilik kekuasaan tersebut.

Jika seseorang sampai mencari nafkah dari kekuasaan, maka dia akan mencari cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Simpel saja logikanya: orang nggak mau kan kehilangan sumber pendapatannya. Bukan itu saja: Orang juga tak mau kehilangan zona nyamannya!

Saya lebih setuju apabila POLITIK dan KEKUASAAN adalah sebagai alat PENGABDIAN. Maka Tidak perlu ada gaji.

“Loh…lalu gimana donk dengan hidup mereka?”

Saya lebih setuju apabila seseorang yang menjadi Anggota Dewan adalah orang yang telah mencapai kebebasan financial. Adalah ketika dia sudah tidak tergoda dengan HARTA. Jadi bukan uang atau penghasilan lagi yang mereka cari, tetapi semata-mata Pengabdian kepada Masyarakat, terlebih lagi Pengabdian Kepada Allah SWT.

Jadi Anggota Dewan tanpa DIGAJI, Hayoo…berani nggak?

Image ustadz pondok madani minjem dari: http://www.kawankumagz.com/read/negeri-5- menara-melukis-mimpi-bersama-sahabat

Continue Reading

Taman Kupu-Kupu Cihanjuang

Kecil mungil berwarna, Warna-warni terangi alam
Sentuhan karya indah Jika tergambar baik
Mata hati melihat kau sangat istimewa
Terbang melayang-layang menari hinggapi bunga-bunga

Kupu-kupu jangan pergi, Terbang dan tetaplah di sini
Bunga-bunga menantimu, Rindu warna indah dunia

Anak kecil tersenyum manis, Pandang tarianmu indah
Bahagia dalam nyanyian, Kupu-kupu jangan pergi…

Continue Reading