Ramadhan hari ke-28. Pagi menjelang siang saya bergegas menuju Masjid Gedhe Yogyakarta. Mau i’tikaf sambil ngademin hati juga raga. Masjid Gedhe yang dibangun sejak jaman Sri Sultan Hamengkubuwono I ini punya suasana yang nyaman dan oke punya.
Kemudian tiba waktu Dhuhur. Saya sholat berjamaah di samping seorang ibu. Selesai sholat saya meraih tasbih yang biasa saya pakai buat dzikir. Tiba-tiba ibu di samping saya itu menepuk tangan saya.
“Yang seperti ini nggak bisa dipertanggungjawabkan” kata beliau.
“Maksudnya?”, tanyaku
“Kalau mau dzikir pakai tangan aja,… Besok tangan kita akan bersaksi dipakai buat apa, dia akan bilang dipakai buat dzikir. Kalau butiran tasbih itu tidak bisa bersaksi”
“Besok mulut kita akan dikunci, lalu tangan yang akan menjadi saksi”
Lalu beliau berkata lagi, “Ini (sambil menunjukkan tangan kanannya) kalau dihitung jumlahnya pas 33″
Ah….iya juga ya. Thanks ibu 😀
Abdullah bin Amr ra berkata, “Ra-aytu rasulullahi ya’qidut tasbiiha bi yamiinihi” yang artinya “Aku melihat Rasulullah menghitung bacaan tasbih (dengan jari–jari) tangan kanannya” (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi)
Bahkan Nabi SAW memerintahkan para sahabat wanita menghitung : Subhaanallah, alhamdulillah dan mensucikan Allah dengan jari–jari, karena jari–jari akan ditanya dan diminta untuk berbicara (pada Hari Kiamat) (Hadits Hasan Riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi, dihasankan oleh Imam An Nawai dan Ibnu Hajar Al ‘Asqalani)