Proses Menulis ala Ahmad Fuadi

Selesai Pinasthika 2013 seorang sahabatku bertanya, “Dari sekian pembicara itu, mana yang kamu paling suka?”

Spontan kujawab “Ahmad Fuadi”

“Kenapa?” tanyanya lagi

“Rasanya materinya yg paling dekat sama aku” jawabku.

Di tulisan ini saya mau share proses menulis ala Ahmad Fuadi yg saya dapatkan di Pinasthika 2013.

Pinasthika2013The Power of Writing

The power of writing itu luar biasa. Kekuatan tulisan itu bisa lebih kuat daripada senjata. Misal ada seseorang yang membawa senjata lalu menembakkan senjata tersebut kepada seseorang dan kena kepalanya. Orang yang kena kepalanya kira kira bagaimana? Mati atau paling tidak cacat. Peluru yang ditembakkan di kepala kira-kira tertinggal dimana? Kira-kira tertinggal di kepala orang itu. Itu adalah peluru.

Tapi kalau kita menuliskan sebuah kata-kata, sebuah kalimat yang diperkuat dengan sebuah semangat untuk menuliskannya lalu ditembakkan dan membentuk sebuah buku, sebuah tulisan, sebuah karya, maka tulisan itu akan menembus bukan hanya satu kepala orang, dia akan menembus dua orang, tiga orang, ratusan, ribuan, jutaan kepala bahkan dia tidak berhenti. Di satu waktu dia akan melintasi batas waktu, melintasi batas geografis. The power of writing itu luar biasa megalahkan senjata. Saya mungkin tidak akan hidup selamanya tapi tulisan bisa membuat saya hidup lebih lama. Menulis adalah salah satu cara kita untuk berkreasi tanpa lintas batas. Seorang ustadz saya di Gontor bilang “Kalian menulislah, maka kalian akan awet muda”
“Kenapa ustadz, emang kalau menulis itu kayak minum jamu ya jadi awet muda?”

Dia bilang “Bukan begitu. Kalian menulis sesuatu dan ketika umur kita sampai, kita akan dikubur. Tulisan kita dikubur nggak? Tulisan kita akan tetap hidup selama tulisannya bagus, menginspirasi, membawa manfaat dia akan terus panjang sekali. Dan sejatinya itu adalah namanya kita awet muda karena kekuatan tulisan yang sangat panjang.”

Tulisan Bisa Bertrasformasi

Tulisan bisa bertransformasi menjadi musik, film, komik, apa saja. Bahkan tulisan bisa bertransformasi menjadi tiket pesawat. Tulisan bisa bertransformasi melebihi apa yang dibayangkan. Hanya dengan sebuah buku Negeri 5 Menara bisa bicara di Kick Andy, lalu tahu-tahu ada orang nelpon: “Boleh nggak dijadikan film?“ Waktu syuting Negeri 5 Menara A. Fuadi melihat 150 orang naik turun masjid untuk syuting film, hal itu semua bermula karena sebuah tulisan. Ketemu Yovie Widianto yg mengerahkan segala macam seniman musik untuk soundtrack, semua itu awalnya karena tulisan. Tulisan bisa bertransformasi menjadi apa saja

Proses Menulis

WHY
Menulis harus diawali dengan satu pertanyaan besar, a big question, WHY? Kelihatannya filosofis tapi ini penting sekali. Ini tentang the power of intention. Kalau bahasa Islamnya ‘Nawaitu‘. Kalau kita menulis sebaiknya kita bertanya dulu ke dalam, “kenapa kita menulis?“ nggak ada yang tahu jawabannya selain kita & yang di atas. Selain bertanya jawabannya juga harus ketemu supaya power menulisnya gede. Why besar itu adalah menjadi energi kita, menjadi pendorong. Staminanya ada disitu. Stamina menulis, WHY nya A fuadi: “Khoirunnas anfa uhum linnas“. Saya sudah bermanfaat tapi belum berbagi. Salah satu cara berbagi adalah dengan cara menulis. Modal menulis adalah: Kertas, bolpen dan HATI.

WHAT
Apa yang harus saya tulis? Tulislah apa yg paling dekat dgn hati, yg paling kita peduli, yg paling kita suka, yg paling kita care. Tujuannya biar nggak bosen. Cara tahu apa yg kita peduli: tanya ke teman “Selama ini saya suka ngobrolin tentang apa sih?“ Tuliskan itu dan kita biasanya paling enjoy banget. Ada proses penemuan diri waktu di Gontor, dituliskan dalam bentuk novel. Senang sekali, semangat dan tidak ada beban.

HOW
A fuadi tidak tahu cara menulis novel. Baca novel aja jarang. Tetapi dia menulis berita karena seorang wartawan. Karena tidak tahu caranya, maka belajar. Ada orang yg berbakat menulis novel dalam artian tidak perlu belajar. “Saya tidak berbakat menulis novel tapi saya berbakat belajar“
Istrinya membelikan buku”How to write a novel”
Yg kedua adalah RISET. Menulis novel itu risetnya luar biasa. Risetnya bisa apa saja. Salah satunya adalah: Pulang kampung ke Padang, bongkar2 lemari nyari2 tulisan yang dulu pernah ditulis (bongkar2 diary). Surat surat yg ditulis waktu di Gontor, Wawancara ke ibunya, apa yang dulu terjadi. Riset lain: Riset Visual. Mencari foto2 lama, waktu di Gontor. Waktu lihat foto langsung ingat suasana waktu di Gontor. Riset buku lama (buku tulis waktu di gontor) Membaca sebanyak mungkin buku: buku2 yg menceritakan kehidupan asrama, thesaurus, Kamus Bahasa Indonesia.

WHEN
Kapan menulisnya? Menulislah sekarang. Sehari menulis 1 halaman, 1 tahun 365 halaman. Paling tidak punya bahan untuk diedit & direvisi. Sedikit-sedikit lama2 menjadi buku. Menulis itu adalah masalah waktu & keinginan dan bertarung dengan kemalasan.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.